Tgl 4 April nanti, aku akan jadi pembicara seminar bareng Pak Ridwan Kamil di Atma Jaya Jakarta. Seminarnya tentang kepemimpinan dan hari ini panitia sudah mengirimkan daftar pertanyaan yang akan dibahas di seminar nanti.
Karena seminarnya bareng pejabat, pertanyaannya lumayan ajaib buat aku. Ada beberapa yang bikin aku hampir keselek saking kebayang bakal beda banget jawabanku sama Pak Pejabat.
Pertanyaan kaya apa sih? Mending nanti dateng aja ke Atma tanggal 4 April ya. (Bisa hub panitia @himemuaj di instagram). Tapi mungkin aku bisa kasih bocoran sedikit, salah satu pertanyaannya gini :
Gimana cara anda memperjuangkan nasib pegawai anda?
Di otak aku, sebagai walikota, pastinya Pak Ridwan Kamil bakal jawab yang nggak jauh-jauh sama usaha-usaha pro-rakyat. Sementara aku? Untungnya pertanyaan ini dikasih tau sekarang. Kalo engga, Jangan-jangan aku ngakak di tempat, nggak sopan banget kan?
Ini kedua kalinya aku ditanya pertanyaan yang bikin aku antara terperangah dan geli sendiri. Kenapa? Karena betapa jauhnya kenyataan dunia usaha sama ekspektasi penanya. Kalau ditanya apa usaha aku memperjuangkan karyawanku, di otak aku, apa penanya berpikir pemimpin perusahaan itu memang normalnya memperjuangkan nasib karyawannya? Beda sama pejabat negara yang memang bertugas mengayomi, melindungi, memperbaiki kualitas hidup rakyat yang dipimpinnya, pemimpin perusahaan bertugas mempunyai visi ke masa depan, membawa bukan cuma profit tapi juga growth. Jadi lucu saat pertanyaan ini dilontarkan ke pimpinan perusahaan, karena kita nggak (mainly) bertugas memperjuangkan nasib karyawan kita. Karena tujuannya growth, jadi kalau karyawannya nggak mau diajak maju, ya nggak perlu diperjuangkan. Bukan artinya kita akan semena-mena sama hak-hak karyawan kita, tapi di dunia bisnis, nggak ada mindset seperti itu.
Aku kebayang, ngomong kayak gini nanti mungkin akan ngasih kesan kalau aku punya hati sedingin es atau mimpin dengan tangan besi. Tapi kenyataannya emang gitu. Dunia kerja itu keras banget buat semua pihak. Keras buat pengusahanya, keras juga buat karyawannya. Kita dituntut untuk bisa terus beradaptasi sama segala hambatan & rintangan, dan sering banget, karyawannya nggak siap atau nggak kuat untuk berubah. Saat perusahaan dan karyawan udah nggak 1 ritme, pengusaha harus ngambil keputusan-keputusan sulit kayak mendemosi atau melepaskan karyawan itu untuk pergi. Ini berat, tapi keputusan berat kayak gini cuma salah satu dari banyak banget keputusan yang harus diambil pimpinan perusahaan. Langkah yang tentunya kebalikan dari memperjuangkan nasib si karyawan yang dia pimpin.
Sepertin aku bilang, ini kedua kalinya aku ditanya pertanyaan mirip. Pernah, di pembahasan lain di seminar MEA aku ditanya gini, "Sebenernya kualitas pekerja Indonesia kayak apa sih dibanding pekerja lain di Masyarakat Ekonomi Asia?" Pertanyaan ini dilontarkan setelah 3 pembicara ngungkapin selama 1,5 jam bahwa, standar etos kerja kita kurang banget dibanding etos kerja tenaga kerja di negara MEA. Setelah kita capek-capek bilang, MEA atau enggak, keberhasilan seseorang jarang ditentukan dari standar pelajaran yang mereka dapat di universitas, lebih ke sikap diri yang terus mau usaha lebih, belajar terus menerus, dll. Tapi tetap aja nanya pertanyaan di atas. Masalahnya pertanyaan kayak gini membuat aku berpikir, apakah mentalitas anak muda sekarang segitu manjanya? Maunya nggak ekstra usaha, kuliah aja bikin kita udah bisa bersaing di pasar MEA? Maunya nggak usah belajar new skill sesuai perubahan jaman karena nasib dia di dunia kerja harus dilindungi bahkan diperjuangkan sama bosnya? Maunya aman, nyaman, tanpa harus banyak perjuangan dari dirinya sendiri? Haruskah nasib kita ditentukan oleh sekolah kita? dosen kita? pejabat kita? pemimpin kita? Why? Kenapa kita nggak bisa cari cara sendiri? Kenapa nggak fight buat nasib kita sendiri?
Aku pikir selama masih ada pertanyaan yang kayak gini, mungkin artinya masih banyak banget orang mikir nasib mereka ada ditangan orang lain, keadaan, atau ditangan kesempatan. Padahal kalau kita mau maju, semua ini harus kita ciptakan dan perjuangkan sendiri. Tentunya berbekal doa dan iman atas penyertaan Tuhan di dalamnya.
Anyway, kayanya seminarnya bakal seru nih. Nggak sabar nunggu tgl 4 April! 😊😊😊